Dilansir dari tribunnews.com (2021) bahwa salah satu Gedung di Universitas Trunojoyo Madura (UTM) akan dijadikan Rumah Sakit Darurat Covid-19 guna penanganan kasus infeksi yang ada di Kabupaten Bangkalan. Dijelaskan juga dalam situs tersebut bahwasannya hal ini sudah dirembukkan oleh beberapa pihak, antara lain Kodam, Polda Kabupaten Bangkalan, serta Pemprov Jawa Timur yang diwakili oleh Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa.
Saat wawancara via daring pada Jum’at (11/06), kabar
ini pun ditanggapi oleh sejumlah pihak di lingkungan Fakultas Pertanian
(Faperta) UTM. “Saya tidak habis pikir mengenai pertimbangan pimpinan terkait
penetapan UTM sebagai RS Darurat Covid-19. Saya pikir di Bangkalan banyak
tempat yang bisa dijadikan opsi seperti Gedung DPR di Bangkalan Kota misalnya,
alih-alih UTM sebagai sarana pendidikan yang harus dijadikan RS Covid-19 di
Bangkalan ini,” begitulah Rizal selaku Gubernur Faperta UTM mengutarakan
kekecewaannya. Umi, salah seorang Mahasiswi Prodi Manajemen Sumberdaya Perairan
(MSP) sendiri mengaku sangat terkejut karena tidak habis pikir bahwa dari sekian
banyak Gedung megah di Bangkalan, UTM lah yang dipilih sebagai Rumah Sakit
Darurat Covid-19, bahkan di tengah padatnya aktivitas mahasiswa dan dosen sekalipun.
Hal yang berbeda disampaikan oleh Said selaku Klebun
Telang bahwa Ia merasa tidak ada masalah jika UTM dijadikan Rumah Sakit Darurat
Covid-19. “Tidak masalah karena baik buruknya pasti sudah dipertimbangkan oleh pihak yang bersangkutan.”
Begitulah Said menjelaskan saat dihubungi via pesan suara di Whatsapp.
Ungkap Khofifah dalam situs tribunnews.com (2021),
menyatakan bahwa beliau sudah merapatkan hal ini dengan Kodam, Polda, dan Bupati Bangkalan. “Saya sebagai Mahasiswa Faperta, tidak pernah
baik mendengar maupun dilibatkan langsung dalam putusan ini,” demikian Umi
memberikan pernyataan kepada reporter LPM Alipi. Hal yang serupa juga dialami
oleh Said bahwa pihak desa sama sekali tidak dilibatkan dalam pembuatan
keputusan tersebut.
Lalu, perihal kegiatan akademik di lingkungan
Faperta selama adanya Rumah Sakit Darurat Covid-19. Menurut Rizal, hal ini
pasti menimbulkan dampak yang besar terhadap keberlangsungan aktivitas
akademik serta kesehatan Mahasiswa serta masyarakat yang masih ada di
lingkungan kampus. “Ndak bisa dibayangkan di mana saat saya sebagai mahasiswa
tingkat akhir harus bolak-balik rumah kampus dan di saat itu pula saya
menyaksikan lalu lalang ambulan membawa pasien tersuspek Covid-19. Bayangkan!
Betapa khawatirnya saya,” terang Umi prihatin.
Terkait penetapan asrama UTM sebagai Rumah Sakit
Darurat Covid-19, reporter kami juga tak ketinggalan mencoba meminta tanggapan
dari Farid selaku Wakil Dekan (Wadek) III Faperta, namun sayangnya beliau belum
bisa memberikan pernyataan apapun karena belum adanya keputusan tertulis
oleh Rektor UTM sendiri. “Maaf belum bisa berkomentar karena belum ada
keputusan dari Rektor,” begitulah Pernyataan Farid saat reporter kami
menghubunginya via telepon pintar.
Terakhir, Rizal dan Umi berharap agar putusan
menjadikan UTM sebagai Rumah Sakit Darurat Covid-19 ini agar bisa
dipertimbangkan kembali demi kenyamanan proses perkuliahan ke depannya. “Saran
saja bagi Pemkab Bangkalan agar meninjau ulang dan memilih tempat yang
sekiranya tidak ada aktivitas lain selain aktivitas medis. Hal ini supaya tidak
ada yang merasa dirugikan,” Umi menambahkan.
Reporter: Alif dan Khusnul
Editor: Vinda
0 Comments:
Posting Komentar