terkini

Sepekan Kuliah Sistem Hybrid, Ini Tanggapan Mahasiswa FAPERTA

Pembelajaran Sistem Perkuliahan Hybrid

 (Foto : Dokumentasi Internal Alipi)


Alipi NEWS
- Senin (07/03/2022) Sistem Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di Universitas Trunojoyo Madura telah berjalan selama sepekan ini. Sistem pembelajaran tersebut menuai pro dan kontra dari beberapa mahasiswa. Mahasiswa Agroteknologi Auliya, memilih sistem Pembelajaran Tatap Muka (PTM) secara luring. Auliya memiliki alasan tersendiri memilih kuliah luring, dia mengaku kalau mengikuti daring tidak maksimal, selain karena faktor sinyal, pengalaman kalau kuliah daring tidak bisa konsentrasi mendengarkan penjelasan dosen melalui Google Meet maupun Zoom. “Berbeda dengan mendengar dan melihat secara langsung,” ujar Auliya.


Menurut mahasiswa tersebut terdapat faktor yang menjadi penghambat kuliah luring ini, kalau kuliah jam pagi harus bisa menyesuaikan kembali rutinitas di pagi hari. Jika pada awalnya saat daring tidak perlu persiapan yang banyak, sekarang harus menyiapkan semuanya sampai berangkat ke kampus. Namun di sisi lain kuliah luring ini mampu membangkitkan atau meningkatkan rasa disiplin waktu.
Dalam melaksanakan sistem Pembelajaran Tatap Muka (PTM) mengenai protokol kesehatan, pihak kampus sudah menyiapkan berbagai sarana yang dibilang cukup memadai seperti mulai dari wajib memakai masker, sebelum masuk harus cek suhu, dan juga tempat duduk juga berjarak. Auliya mengungkapkan pendapatnya bahwa protokol kesehatan sudah diterapkan dengan baik oleh kalangan mahasiswa. “Menurut saya sudah cukup, karena banyak mahasiswa yang selesai kelas juga langsung kembali, jadi tidak ada yang berkerumun,” ungkap Auliya.


Sama halnya dengan Auliya, mahasiswa Agroteknologi lainnya asal Ponorogo Setiyawati menjelaskan bahwa dia memilih PTM secara luring karena bersamaan dengan kegiatan organisasi yang mana dilakukan secara luring. “Saya memilih perkuliahan secara luring karena saya mengikuti sebuah organisasi dimana kegiatan di dalam organisasi tersebut mengharuskan saya untuk datang ke kampus, sehingga saya berfikir mengapa saya tidak sekalian saja kuliah daring. Sebenarnya saya juga ingin merasakan bagaimana rasanya mengikuti kuliah secara luring,” jelas Setiyawati.


Mahasiswa tersebut juga menjelaskan bahwa faktor finansial dan transportasi menjadi hal yang sangat berkaitan dengan PTM yang dilaksanakan secara luring ini. Pihaknya masih ragu untuk melanjutkan PTM secara luring ini karena biaya yang dikeluarkan untuk transportasi dan hal lainnya yang tak sedikit. “Mungkin nanti saya akan mengajukan surat kepada kaprodi untuk berganti ke kuliah daring,” ujar Setiyawati.


Berbeda dengan yang sebelumnya, Setiyawati justru sebaliknya. Dia melihat protokol kesehatan tidak dijalankan dengan semestinya. “Tidak berjalan sesuai dengan surat edaran, mahasiswa yang memasuki kampus tidak dimintai surat vaksin. Saat pelajaran di kelas mahasiswa tidak menjaga jarak dan ketika memasuki kelas tidak menggunakan hand sanitizer,” Tegas Setiyawati. Menurutnya protokol kesehatan tersebut harus dijalankan dengan apa yang seharusnya diharapkan dan lebih diperketat lagi. “Tidak sesuai dan kurang ketat,” tambah Setiyawati.


Disamping itu Rossa mahasiswa Teknologi Industri Pertanian asal Madiun itu memilih PTM secara daring. Pihaknya beranggapan bahwa virus Covid varian Omicron yang kian meningkat menjadi sebuah alasan untuk memilih PTM secara daring. “Saya memilih sistem perkuliahan online karena berkaitan dengan penyebaran virus omicron yang mulai naik kembali,” tutur Rossa.


Akan tetapi, tak sedikit faktor penghambat perkuliahan secara daring yang harus dihadapi, salah satunya kurangnya berinteraksi dengan dosen. Selain itu, bentuk pembelajaran secara daring kurang efektif, dimana dosen menjalankan perkuliahan daring dan luring secara bersamaan. Rossa menjelaskan bahwasannya fokus dosen kebanyakan hanya terpusat pada teman-teman yang mengambil PTM secara luring. Suara yang kadang hilang/kecil dan slide Powerpoint tidak berpindah tak luput dirasakan oleh mahasiswa dengan sistem daring ini. Hal tersebut membuat mahasiswa yang daring tidak bisa berinteraksi dengan lancar karena kurangnya memahami materi yang disampaikan. Selain itu, beberapa kelas jumlah mayoritas mahasiswanya memilih daring sedangkan yang luring sedikit. Terkadang dosen lebih mengutamakan teman-teman yang luring dibandingkan dengan yang daring. Mahasiswa tersebut mengharapkan evaluasi dari kaprodi mengenai sistem perkuliahan ini. “Kedepannya saya harap adanya perbaikan dan evaluasi dari kaprodi terkait kendala-kendala yang ada. Diusahakan ada solusi untuk teman-teman yang daring maupun luring,” ujar Rossa.


Berbagai keluh kesah yang dirasakan mahasiswa mengenai sistem PTM ini nampaknya semakin terlihat jelas. Sama halnya dengan Ridha, mahasiswa asal Bojonegoro itu memilih PTM secara daring, pihaknya mengaku kondisi yang tidak memungkinkan dan tidak diizinkan oleh orang tua adalah faktor utama dia memilih PTM secara daring. Meskipun sinyal yang kadang tidak bersahabat dan kuliah daring kurang efektif, namun dia tetap memaksakan hal tersebut. Sebenarnya Ridha berkeinginan menjalankan dan mengikuti PTM secara luring jika sudah membaik mengenai kondisi yang saat ini kurang stabil menurutnya. “Jika perkuliahan luring berjalan lancar tidak ada hambatan, saya juga akan meminta izin orangtua lagi,” tutur Ridha.


Banyaknya problem dan masalah seharusnya membuat pihak-pihak terkait segera mengevaluasi hal tersebut. Agar nantinya tidak ada kekhawatiran dan ketidak puasan yang timbul dari mahasiswa dan dosen mengenai sistem PTM hybrid ini. Segudang harapan muncul dari kalangan mahasiswa baik itu dari yang luring maupun bagi yang daring untuk kecepatan dan ketepatan evaluasi mengenai PTM hybrid ini.


Reporter : Nita & Bayu
Editor : Ariyani & Vinda

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.