Dari
Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, beliau
bersabda: “Barang siapa yang melepaskan satu kesusahan seorang mukmin, pasti
Allah akan melepaskan darinya satu kesusahan pada hari kiamat. Barang siapa yang
menjadikan mudah urusan orang lain, pasti Allah akan memudahkannya di dunia dan
di akhirat.”. (Lafazh riwayat Muslim no. 2699]. Sebagaimana dijelaskan
diatas, kita sebagai seorang muslim harus saling tolong menolong apabila ada
saudara kita (umat muslim) mendapat kesusahan. Apalagi dalam hal ini menyangkut
penistaan agama atau penindasan terhadap umat islam, meskipun bukan kita yang
mengalami hal tersebut akan tetapi sebagai umat islam kita juga merasa
tersakiti.
Akhir-akhir
ini kasus Rohingya menjadi perhatian khusus bagi umat islam dunia terlebih di Indonesia yang masyarakatnya dominan beragama islam. Kasus
Rohingya sebenarnya sudah terjadi sejak tahun 2012, akan tetapi kasus ini
kembali panas pada akhir tahun 2016. Pada tahun 1982 pemerintah Bangladesh
mengamademen undang-undang kewarganegaraannya dan menyatakan Rohingya bukan
warga negara Bangladesh. Sejak tahun 1990 sampai saat ini, pemerintah junta
militer Myanmar masih menerapkan politik diskriminasi terhadap suku-suku
minoritas di Myanmar, termasuk Rohingya, Kokang dan Panthay.
Sebenarnya
akar permasalahan kasus ini adalah masalah etnis dan status sosial ekonomi. Akan
tetapi pandangan masyarakat dunia banyak yang berpendapat bahwa ini adalah
masalah agama. Berdasarkan pengamatan duta-duta besar dari berbagai negara dan
PBB ada beberapa penyebab terjadinya konflik ini yaitu, persoalan kewarganegaraan
dari etnis Rohingya tidak dapat terakomodasi dengan baik dalam UU
Kewarganegaraan Myanmar (Burma) tahun 1982. Etnis Rohingya juga jatuh dalam
konflik dengan etnis Arakan, yang menjadi suku mayoritas di Rakhine. Dan
konflik ini tidak bisa disebut murni konflik agama karena ada dua etnis yang
sama-sama berisi mayoritas umat muslim di Myanmar, yaitu Rohingnya dan Bengall.
Tetapi etnis Bengall bisa dengan leluasa beribadah dan menjalani kehidupan
sosial ekonominya di sana. Tindakan diskriminasi oleh pemerintah Myanmar hanya
diterima oleh etnis Rohingnya saja. Jadi konflik ini tidak bisa disebut konflik
agama, melainkan konfli etnis. Tapi pemerintah setempat tidak melakukan upaya
yang bijak untuk menanggapi hal tersebut, maka perlu dipertanyakan adanya pihak
ketiga yang ingin mengadu domba antara pemerintah dan etnis Rohingnya. Wajar
saja negara-negara islam ikut andil dalam menanggapi konflik tersebut, yang
tidak wajar adalah apabila mereka bersikap cuek melihat umat islam lainnya
ditindas.
Melihat
perlakuan Indonesia terhadap Etnis Rohingya, banyak sekali memunculkan
pendapat-pendapat yang pro maupun kontra. sebenarnya, memang setuju-setuju saja mengenai bantuan Indonesia terhadap orang-orang Rohingya.
Memang Rohingya sangat membutuhkan bantuan dan dukungan dari Negara lain, apalagi Negara
yang penduduknya
mayoritas beragama islam, ditambah lagi sampai ditindas bahkan dibunuh siapa yang
tidak tersentuh untuk membantu? Sebagai umat beragama berbagai reaksi
dikeluarkan oleh publik melihat adanya kejahatan kemanusiaan tersebut, tidak
mungkin kan kita bersikap cuek atau diam saja melihat penindasan yang begitu
kejam itu terjadi terus-menerus?
Sejauh
ini Indonesia sendiri sudah cukup membantu, menteri luar negeri sudah menemui
sekjen PBB dan akan menemui pemerintah Mnyanmar untuk meredakan konflik ini.
Indonesia juga mengirimkan bantuan lain berupa obat-obatan dan lain sebagainya,
serta menampung para pengungsi Rohingya. Organisasi Kemasyarakatan (Ormas)
Front Pembela Islam (FPI) dari wilayah Pasuruan, Jawa Timur dikabarkan membuka
pendaftaran relawan jihad untuk membantu etnis Rohingnya di Myanmar. Kabar
tersebut beredar luas melalui pesan whatsapp, pesan tersebut berisi persyaratan
bagi warga negara Indonesia yang ingin menjadi relawan jihad FPI ke Myanmar (Seword.com).
Disisi
lain saya juga melihat efek dari konflik tersebut terhadap Indonesia, jika
demontrasi untuk membela umat Islam di Rohingya dilakukan secara terus-menerus
maka akan memunculkan konflik di dalam Negeri. Bagaimanapun Indonesia sendiri
terdiri dari banyak agama, konflik Rohingya yang ada di Myanmar bisa mengundang
perpecahan antara umat Islam dan umat Buddha yang ada di Indonesia. Umat islam
yang ada di Indonesia pada dasarnya ingin membela umat Islam yang ada di
Myanmar, contoh
kecilnya yakni rencana demonstrasi umat Islam ke Borobudur (JawaPos.com), bukan tidak mungkin hal
tersebut dilakukan karena jarak Indonesia-Myanmar tidaklah dekat, sehingga umat Budha lokal jadi kambing hitam. Dimana-mana
setiap agama tidak mengajarkan untuk menindas sesama umat manusia, bagi umat
manusia yang beragama penindasan adalah dosa besar.
Pada
kenyataannya tekanan ke dalam Negeri lebih besar dibanding tekanan terhadap
pemerintah Myanmar. Hal tersebut dapat menimbulkan disintergrasi bangsa hanya
gara-gara isu yang bermunculan mengenai Rohingya, karena pada keadaan sekarang
ini potensi terjadinya disintegrasi sangatlah tinggi. Jadi pemerintah harus
menyikapi hal tersebut dengan serius agar tidak menimbulkan konflik bagi negara
sendiri dan lebih mengutamakan kesatuan bangsa.
Penulis : Veena A
0 Comments:
Posting Komentar