"Apa bedanya lemak sama minyak, anak-anak?" ucap
seseorang dengan nada sedikit keras. Ia jauh diatasku usianya. Namanya Pa Guru.
Yah, aku tak salah ketik. Namanya memang Pa Guru. Katanya, saat ia masih
dikandungan, ibunya nyidam banget sama pakaian guru SMP dekat rumahnya.
Alhasil, ayahnya jadi korban keinginan ibunya. Bayangkan, ayahnya hampir
seminggu, kalau dirumah, harus pakai seragam yang mirip sama guru-guru SMP.
Dan, penderitaan itu berakhir setelah ayahnya mengucapkan sebuah janji. Kata
ayahnya, kalau anak kita lahir, akan kuberi nama Pak Guru.
"Janji ya, Pa?" ucap ibunya dengan genit-genit
lucu. Ayah mengangguk mirip perkutut manggung.
Kenyataan terkadang tak sesuai rencana, begitu ucapnya,
saat menjelaskan asal-usul namanya.
"Setelah lahir, ayahku melaporkan kelahiranku ke
Desa. Maklum, petugasnya udah tua, ayah bilangnya Pak Guru, eh, ditulis Pa
Guru."
Gelak tawa menggelegar dari mulut-mulut yang tadi pagi
lupa belum gosok gigi. Ya, kami, siswa SMA ingusan, terpingkal-pingkal dengan
cerita lucu Pa Guru.
***
"Lemak itu bikin gendut, kalau minyak bikin mateng,
Pak Guru." jawab ketus Salim. Ia teman sebangku-ku. Sebenarnya, itu adalah
jawaban jujur. Ia sudah praktik. Akibatnya, tubuhnya kebanyakan lemak dan ia
suka gorengan. Yah, menurutku hidupnya tak jauh dari lemak dan gorengan. Uh...
"Ada yang lain?" Pa Guru melemparkan
pandangannya pada teman-teman dibelakang. Aku melihat mereka, tepatnya beberapa
dari mereka, bersembunyi dibalik punggung teman didepannya. Kau tahu, andai
mereka kura-kura, mungkin kepalanya akan mereka sembunyikan dibalik tempurung.
"Coba, kamu!" Pa Guru menunjuk Angel. Angel,
kulihat, sedikit menata nafasnya. Perempuan ini bisa jadi masuk kategori
perempuan tercantik sejagat. Saat senyum, aku selalu gemes melihat pipinya yang
gimana gitu. Ditambah cekungan imut di pipinya, Anggel makin terlihat manis.
Tambah hidung mancung yang...ah, pokoknya gitu, dah.
"L..le..le..le..lemak itu, s..ss.s..sama dengan
mmmmminyak, Pa Gulu."
"Loh, kok sama? Samanya dimana?"
"Ss...sama-sama...bebe...bisa buat goleng
klupuk."
Uh...yes, dah, kalau udah dengar ucapannya. Yah,
kesempurnaan selalu beriringan dengan kekurangan. Itulah Angel, perempuan yang
tak tahu kalau di abjad itu ada huruf "R" dan gagap gempita itu
menyebabkanku mengurungkan niat untuk menjadikannya pacar. Bayangkan, namaku
Raci Feri, dan ia memanggilku "Laci Feli". Belum juga kalau ia khilaf
mengganti huruf "F" jadi "P".
Jadinya, Laci Peli.
Iiih...jolok bingits...
Pa Guru tersenyum. Kemudian menekuni satu-persatu dari
kami. Hingga pandangannya jatuh pada Joko. Ia adalah tipe-tipe siswa yang
menganggap pertanyaan Pa Guru sebagai bencana alam. Keringatnya mulai mengalir
dari keteknya. Hingga basah. Bahkan, jamur tiram pun tumbuh subur di kain
bajunya, tepatnya dibagian ketek.
Tik..tok..tik..tok...
Menunggu jawaban Joko.
Loading...
Dan, kulihat, seluruh bajunya basah keringat. Wajahnya
pucat, tapi ia tetap konsisten pura-pura mikir. Kau tahu, saat-saat seperti
ini, kalau Pa Guru meladeni Joko, kelas kami bisa tiba-tiba bau pesing. Pa Guru
kembali tersenyum, "Oke, coba yang lain. Coba kamu!"
Mati! Kiamat! Kali ini aku harus menjawab pertanyaan yang
belum pernah kutanyakan pada Ibu. Setahuku, lemak dan minyak adalah bahan utama
yang ibu butuhkan untuk memasak. Tapi aku tahu sesuatu. Sebelum menjawab, aku
lebih dulu menarik nafas dan mengeluarkan pelan-pelan, "Minyak itu ada
berbagai bentuk, Pa Guru. Ada yang padat, contohnya kertas minyak; ada yang
jel, contohnya minyak rambut; ada yang cair, contohnya minyak goreng. Kalau
lemak, bentuknya padat, contohnya Salim dan kerbau, yang sama-sama jumbo akibat
kebanyakan lemak." jawabku, diikuti gelak tawa menggila. Lepas.
Pa Guru belum juga puas. Kini giliran Ani. Ia kami juluki
ratu baper. Pasalnya, ucapan apapun yang keluar dari mulutnya, takkan jauh dari
kondisi kejiwaannya. Misal, kalau lagi sedih, mulutnya hanya kenal bahasa
sedih; kalau lagi senang, mulutnya hanya kenal sama lelucon; dan, kali ini Ani
sedang galau.
"Sebenarnya minyak dan lemak itu banyak perbedaannya.
Tapi menurut saya, Pa Guru, perbedaan paling terlihat itu terhadap kondisi
psikologis. Nah, minyak yang banyak akan menyebabkan muka kita kusut dan make
up luntur. Akibatnya, tingkat ke-PD-an kita menurun," Ani menjelaskan,
ia mirip ahli mutu, dengan yakin. Ia tak peduli yang dikatakan benar atau
salah. Baginya, kalau salah gak dosa, ya gak masalah.
"Nah, kalau lemak, itu berpengaruh pada tingkat
kejenuhan. Tingkat saturasi. Makanya, orang yang kebanyakan lemak, dia lebih
gampang jenuh sama segala hal." lanjut Ani, sambil memainkan tangannya,
mirip saat Pa Guru sedang mengajar: gaya tangan saat presentasi.
Aku tahu maksud Ani adalah salim. Ia memang lagi jenuh
dengan Ani. Kau yang pernah pacaran sama teman sekelas pasti tahu rasanya lemak
jenuh yang dibicarakan Ani. Yah, salim dan Ani satu-satunya pasangan paling
kontroversi dikelas. Bayangkan saja, Ani ratu Baper VS Salim juragan lemak
jenuh. Jadi makanan apa coba? Embuh,lah!
Pa Guru mungkin udah bosan bertanya pada siswa-siswa kelas
profesional macam Salim, Joko, Ani dan aku. Aku tahu, semua guru seperti itu.
Mudah saja ditebak. Kalau-kalau sudah bosan dan patah hati, ujung-ujungnya
menanyakan jawaban kepada si miniatur Albert Einsten: Marjuki. Ia adalah yang
paling cerdas diantara kami. Saking cerdasnya, nama-nama mahluk gaib hingga struktur
sel dan tingkahlakunya, juga rumus-rumus kimia dan fisika, hafal diluar kepala.
Ia sangat akrab samaEscerichia Colli dan Salmonella Typi. Kau
tahu, akibat akrabnya dengan E. Colli, ia sering mencret di kelas. Dan
karena Salmonella Typi, ia juga sering sakit typus. Lebih
buruknya, kalau si Salmonella Typi itu datang, ia suka emosi. Tempramen
banget pokoknya. Suhu otaknya bisa sampai 40 derajat Celcius.
Yah, balik ke paragraf diatas tadi: setiap kelebihan
selalu beriringan dengan kekurangan.
"Marjuki, menurutmu, apa bedanya Lemak dan
Minyak?" ucap Pa Guru dengan mata berbinar, berharap mahluk satu ini
benar-benar menjadi cahaya diantara gelapnya isi ruang kelas.
"Lemak itu, titik didihnya lebih tinggi dibandingkan
minyak. Kedua, lemak pada suhu kamar berbentuk padat, sedangkan minyak
berbentuk cair." jawab Marjuki. Meski aku tak tahu maksudnya, aku yakin
jawaban itu benar. Bukan karena tak punya alasan, tapi Marjuki memang cocok
jika kujuluki kamus hidup.
"Nah, tepat!" Pa Guru mengacungkan jempolnya
pada Marjuki. Tapi kami tidak. Kami tiap hari lihat si kamus hidup itu menjawab
dengan benar. Dan kami seperti makan lemak jenuh yang ikatan rangkapnya
berlipat-lipat. Yah, namanya juga jenuh, jawaban luar biasa pun rasanya biasa.
Pelajaran berlanjut. Pa Guru mulai menerangkan spesifikasi
lemak dan minyak hingga akar tunggang dan serabutnya. Kura-kura di jajaran
bangku belakang satu-persatu mulai nyenyak. Salim dan Ani tak terlihat saling
mengedipkan mata, apa lagi lempar senyuman. Dan, mataku mulai redup. Pa Guru
berubah seperti bayangan hitam yang jahat. Aku gak kuat. Aku tidur. Pulas.
Didalam kelas.
Dalam mimpi, aku menjawab salam Pa Guru. Ia pamit karena
waktu mengajar telah habis. Ia keluar pintu, membawa lemak dan minyak jenuh
yang membuatku jenuh. "Ah, selain jenuh, makanan yang mengandung lemak dan
minyak suka tengik," ucapku, sambil menikmati kepergian Pa Guru, didalam
mimpi.
Bangkalan, 9 Maret 2018
Em Ruddy
0 Comments:
Posting Komentar