This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Selasa, 03 Desember 2019

Tanya-Jawab Visi Misi Dibatasi, Mahasiswa FP Protes KPUM



foto : ind (03/12/19)

ALIPI NEWS – Seperti tahun sebelumnya pemilu Fakultas Pertanian (FP) kembali aklamasi. Sejak dibuka pendaftaran Calon Gubernur (Cagub) dan Calon Wakil Gubernur (Cawagub) pada hari Senin (02/12) hanya ada satu paslon pendaftar yaitu Sulton Hakim dari prodi Agroteknologi sebagai Cagub dan Moh. Faes dari prodi Agribisnis sebagai Cawagub.

Selasa (03/12) Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa (KPUM) Fakultas Pertanian menyelenggarakan acara penyampaian visi dan misi untuk Cagub dan Cawagub di halaman gedung Fakultas Pertanian (FP). Acara tersebut dihadiri oleh Wakil Dekan III FP, demisioner Gubernur dan Ketua DPM 2019 serta beberapa mahasiswa Fakultas Pertanian.
Dalam penyampaian visi dan misi, audien diberi kesempatan bertanya kepada paslon, namun kesempatan tersebut menuai protes. Beberapa audien protes karena dari KPUM membatasi satu pertanyaan  untuk masing-masing prodi dan tidak diperbolehkan menanggapi jawaban dari paslon. Hal tersebut sudah menjadi sistematika yang disusun oleh KPUM.

“Sebenarnya yang ada sesi tanggapan itu hanya dari paslon, sedangkan dari mahasiswa tidak ada sesi tanggapan, makanya itu ditambahkan ada satu kali tanggapan untuk menanggapi dari jawaban paslon,” tutur Miftahol Aripin, ketua KPUM.

KPUM membuat rundown acara Debat Kandidat berdasarkan prediksi ada beberapa paslon yang mendaftar, namun karena hanya ada satu paslon maka KPUM memampatkan estimasi waktu lebih cepat dari yang tertera di timeline awal.

 “Dari segi rundown kan sampai jam 12.30 WIB, rundown tersebut dibuat dari jauh - jauh hari. Dan rundown itu dibuat, memikir bukan hanya satu paslon melainkan dua atau tiga paslon yang mendaftar, maka dari itu diestimasikan waktu sampai 12.30 WIB. Kan disini juga berubah, karena yang daftar hanya satu jadi lebih cepat, karena tidak ada debat antara paslon satu dengan paslon yang lainnya.” Imbuh Miftahol.

Audien menginginkan adanya sesi untuk menaggapi jawaban dari paslon. Keinginan dari audien yang tidak sesuai dengan sistematika yang dibuat KPUM menuai perdebatan. Sesi tanya-jawab yang dianggap selesai oleh KPUM tidak disetujui oleh audien, sehingga KPUM menyerahkan kepada paslon bersedia atau tidak jika ada audien yang ingin bertanya lagi, namun paslon mengembalikan lagi kepada KPUM selaku penyelenggara acara.

“Tadi kata Ketua KPUM diserahkan ke paslon ya, seperti itu kan? Sekarang saya tanyakan kembali, paslon ini sebenarnya mau atau tidak. Jangan panjang lebar, kalau iya, iya. Kalau enggak, enggak. Jangan iya yang enggak - enggak.” Protes salah satu mahasiswa Teknologi Industri Pertanian saat acara berlangsung.

Tanggapan lain disampaikan oleh mahasiswa Agribisnis yang juga menyayangkan acara penyampaian visi dan misi Cagub dan Cawagub tahun ini.

“Acara ini merupakan ajang penyampaian visi dan misi bukan penyampaian debat kandidat, jadi saya rasa untuk acara tadi sebenarnya sempat ada gesekan mengenai waktu yang diberikan  KPUM ke audien dan saya rasa banyak teman-teman mahasiswa pertanian yang ingin mengetahui bagaimana pemimpin kita satu tahun kedepannya itu seperti apa. Hanya saja dari KPUM membatasi pertanyaan yang ingin disampaikan oleh mahasiswa pertanian.” tutur Qutsiati Utami, mahasiswa Agribisnis. (ind/dew)



Sabtu, 05 Oktober 2019

Menyalurkan Ide Kreatif Pembangunan di Era Digital Melalui PIMAGRI 2019

Pengambilan nomor urut peserta ~ Foto oleh Alipi


ALIPI – Dalam upaya meningkatkan gerakan literasi, Himpunan Mahasiswa Agribisnis (Himagri) mengadakan lomba karya tulis ilmiah bertajuk PIMAGRI (Pekan Ilmiah Himagri). Acara yang digelar di ruang 202, lantai 2 gedung rektorat Universitas Trunojoyo Madura (UTM), Bangkalan ini, diharapkan menjadi ajang untuk merealisasikan gagasan mahasiswa menjadi sebuah karya tulis.


Proses panjang harus dilewati para peserta untuk menuju acara puncak diantaranya, pengumpulan abstrak, seleksi administratif, serta seleksi naskah.Untuk menyeleksi karya peserta, panitia PIMAGRI menghadirkan juri dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya (FISIB) serta Fakultas Pertanian  UTM.



Dengan tema “Tantangan Pembangunan Berkelanjutan di Era Digital: Strategi dalam Ketidakpastian Inovasi dan Perubahan Struktur," puncak acara dibuka oleh  Muhammad  Faisol Hidayat, Gubernur Fakultas Pertanian, Sabtu (5/10) pagi. 



Robiul Hoviana, ketua pelaksana kegiatan menjelaskan, makna tema kegiatan ini berkaitan dengan bagaimana menuangkan ide kreatif untuk menyelesaikan suatu masalah di era digital seperti sekarang.  “Kami mewadahi mahasiswa sebagai penyalur aspirasinya dalam dengan sub tema yang sudah tertera menjadi karya tulis ilmiah di era digital ini” ujarnya.

Selain tema tersebut, lomba karya tulis ini juga memiliki beberapa sub tema,  diantaranya; pembangunan ekonomi nasional, ketahanan pangan, pendidikan berkualitas, industri dan infrastruktur, serta pengembangan potensi daerah.  Robiul Hoviana memaparkan, pengambilan kelima sub tema tersebut karena saling berkaitan dan terdapat banyak permasalahan mendasar yang sering terjadi di Indonesia.

PIMAGRI diikuti oleh kurang lebih 60 peserta dari berbagai Universitas di Jawa Timur, kemudian dirampingkan menjadi 10 besar yang masuk babak final. Namun hanya terdapat 8 tim yang mengikuti seleksi babak final, dikarenakan ada tim yang menggugurkan diri dengan alasan tidak dapat hadir mengikuti presentasi serta terdapat 1 tim yang didiskualifikasi karena diduga melakukan kecurangan dengan mengirimkan full paper yang sudah pernah dilombakan sebelumnya.


Daftar juara PIMAGRI ~ Foto oleh Himagri

Juri menetapkan 3 tim terbaik menjadi juara, yaitu; tim Rafi Narariya Ramadhan dari Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya, sebagai juara satu. Juara dua diperoleh tim Alwy Muhammad Ravi dari Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya,  dan juara 3 diraih oleh tim  Akmal Fahmi perwakilan Universitas Malang. (dew/mil/ana)

Senin, 30 September 2019

Pancasila



Oleh: Raihul Ashari


Di langit pertiwi engkau berada
Menyatukan tanah seantero nusa
Menenangkan kicauan para pendurhaka
Di saat tahta hanya sebuah gaya
Melupakan apa itu dasar negara

Pancasila
Jangan hanya karena ego hingga mati akan rasa
Rasa pemersatu bangsa
Kaulah Pancasila  Dasar Negara Kesatuan Indonesia

Sabtu, 07 September 2019

Mahasiswa Keluhkan Keberadaan Green Caffe di RKB-I

Foto : Indri K.N

ALIPINEWS - Sabtu (7/9/19) gedung RKB-I telah digunakan untuk KBM. Selain ruang kelas juga terdapat fasilitas tambahan, salah satunya kantin yang diberi nama “Green Caffe”.

Green Caffe (GC) menurut penuturan Insafitri, Wadek II FP, dikelola oleh koperasi Dosen dan Karyawan FP.

“Awalnya 2004 lalu kita buat semacam koperasi, tapi bukan resmi. Awalnya 12 orang anggota, sekarang 35 orang anggotanya. Nah, kemudian kita inisiatif mengembangkan Green Caffe ini” terang Insafitri, yang juga anggota koperasi dan Suplier produk di GC.

Ia mengatakan, GC dimanfaatkan untuk mengaktifkan kembali koperasi tersebut, yang sebelumnya pernah mandek.

Mengenai biaya pengelolaan, Insafitri mengaku didapatkan dari kas hasil iuran dan keuntungan dari penjualan juga dikelola koperasi tersebut.

Menanggapi hadirnya GC, beberapa keluhan disampaikan mahasiswa.

Erika, mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan mengaku harga jajanan di GC terlalu mahal.

“Jajanannya terlalu mahal dibandingkan dengan kantin RKB-B dan kantin lainnya,” Kata Erika. Dia juga mengeluhkan tentang pelayanan yang kurang cekatan.

Sementara itu, Kiki, mahasiswa Ilmu Kelautan, menilai penempatan kantin kurang strategis.

“Kalau sedang ramai pembeli dapat mengganggu mahasiswa yang turun dari lantai dua,” terang Kiki.

Nike, mahasiswa Agroteknologi, dia mengaku kecewa karena ditolak saat akan menitipkan dagangannya.

“Padahal tersedianya kantin di RKB-I membuka peluang mahasiswa belajar berwirausaha,” pungkas Nike.

Menanggapi keluhan tersebut, Insafitri menerangkan bahwa GC tidak ada sangkut-pautnya dengan pihak Fakultas. Sehingga, terkait penetapan harga, penerimaan Suplier, dan pengelolaan di pegang sepenuhnya oleh pengelola, dalam hal ini Koperasi Karyawan dan Dosen FP.

“Mahasiswa boleh menitipkan produknya di kantin, namun yang didahulukan dari jajaran para dosen dan karyawan.”

“Intinya dari kita, untuk kita,” pungkasnya. (Ags/Rai/Mel)

Sabtu, 31 Agustus 2019

Jejak Hitam II


Lanjutan...


Sumber : weheartit.com

Saat itu aku tersadar. Kudengar suara menggali tanah di halaman belakang rumah. Seakan lupa dengan insiden berdarah, aku tak menghiraukan suara galian.

Di sudut kamar kulihat Adinda sedang duduk namun kedaannya tak sadarkan diri. Kaki dan tangannya diikat kuat dan mulutnya dibekap plaster hitam.
​"Dinda, bangun sayang. Ini kakak." Aku merengek memeluk adikku. Kugoyang-goyangkan tubuh mungilnya dengan kuat, berharap Adinda segera terbangun.
Nihil, Adinda tetap tenang dengan posisi duduknya. Kuamati kelopak matanya yang mengantup itu terasa cekung dan hitam. Tak kudengar hembusan napasnya. Plaster yang melilit wajah mungil Adinda menutupi saluran pernapasannya. Aku hanya mematung bersandar di kursi tempat adikku menjemput ajal.

​Usiaku saat itu masih 12 tahun. "Dea Oxalis kini hanya hidup sebatang kara." Tangisku dalam hati. Kuciumi adikku yang malang ini. Sejenak kuusap deraian air mata. Aku bangkit dan berjalan mengendap-endap melihat apa yang terjadi di halaman belakang.
​"Mas, mayat ini sangat berat, perutku sakit tak kuat menarik mayat ini lagi." Sumarni menyeret tubuh Ibu dengan napasnya yang tidak beraturan. Tubuh Ibu masih berlumuran darah, lengkap dengan pisau, garpu dan pecahan kaca yang menancap di tubuhnya. Sedangkan ayah tak menggubris dan masih sibuk menggali tanah untuk mengubur mayat Ibuku.
​Aku berlari menghentikan Ayah yang berjalan menyeret tubuh ibu dengan kasar "Cukup! Hentikan Yah.. Jangan tarik Ibu, Dea mohon. Lepaskan Ibu!! Lepaskan Ibuuuu...!!!" Aku menjerit histeris, namun rasanya telingaku sendiri tak dapat mendengar suaraku yang melengking. Hingga dentuman kuat di kepala melumpuhkan gerakku.
​Aku mengingat semuanya dengan indah. Aku masih dapat mencium aroma amis legit menyeruak di hidungku dan rasanya yang getir manis masih melekat di lidahku.
​Tak terasa air mataku menetes, tak kukira ibu dan Adinda benar-benar sudah tiada. Saat itu ​aku siuman yang kedua kalinya. Di dalam gudang yang gelap dan pengap tempat penyimpanan alat berkebun. Pintu yang terkunci dari luar bukan halangan untuk menyiapkan pesta kematian mereka. Dan senyumku melebar, aku kembali menemui mereka. Menggantikan peran malaikat maut, dengan membawa sebilah sabit di tangan kiriku dari gudang penyimpanan alat berkebun. Aku berjalan mencari kedua makhluk jalang itu.
​"Hai ayah,"  Sapaku riang, tak ada gurat kesedihan.
Aku berjalan melewat Sumarni yang duduk bersandar sofa memegangi perutnya. Sedangkan ayah sedang asyik menonton film keluarga kesukaannya, tak terlihat bersedih. "Malam bergulir sangat cepat, bukan begitu Yah? Aku tak sabar menanti kapan kita akan bertamasya lagi. Hihihi," Aku terus berjalan mendekati mereka.
"Oh iya, Ibu dan Adinda kemana Yah? Kok cuma ada pembantu ini? Apakah mereka sudah berangkat duluan? Hihihi." Aku cecikikan bahagia melihat ekspresi mereka yang menelan ludah.

Ayah hanya diam mematung di sofanya dan sarafnya mulai menegang, begitupun dengan Sumarni. Tak mau menunggu lama, sabit telah siap dan kutebas kepala ayah dengan sempurna. Darah berhamburan mewarnai pakaian yang ku kenakan.
​"Duh, gimana sih Yah, bajuku jadi kotor nih. Hihihi.." Aku menatap Sumarni yang hendak lari dari kematiannya. "Mau kemana calon ibu tiri. Hihihi." Aku sangat bahagia melihat pembalasanku ini. Kulempar sabit dari tangan kecilku. Walau agak kesulitan, beruntung sabitku mampu menancap di betisnya yang kurus "Jangan bunuh akuuu. Jaaannggaannn...." Sayang sekali sabitku tak mau mengalah. "Ssleebbb..." Kucabik-cabik isi perut beserta janin di dalamnya.

​Semua telah berakhir, kehidupan telah berakhir. Walau begitu Ayah masih sering datang menemuiku di tengah malam. Dengan kebiasaannya mencecik, menyeret-nyeret, dan membenturkan kepala di bawah lamunan hitamku. Terima kasih Ayah kau masih menyayangiku. Aku dan gelap jejakku akan selalu menertawai kehidupan.

TAMAT

karya  : Indri Kusuma N


Rabu, 28 Agustus 2019

Jejak Hitam

Ilustrasi : weheartit.com

"Cukup!! Hentikan Yah.. Jangan tarik Ibu, Dea mohon.. Hiks.. hiks.. Lepaskan Ibu!! Lepaskan Ibuuuu!!!"
                                     ***
​"Hah.. hah.. hah," Napasku memburu, jantungku berdegup kencang. "Sialan, mimpi buruk lagi!!" Aku duduk, dan membenahi ritme napasku.
​Kulirik jam dinding menunjukkan pukul 02.16 WIB. Peluhku mengalir di pelipis dan turun mengenai bibir yang terasa masam. Aku memeluk lututku yang bergetar. Sekilas kuamati sekitar, hanya ada gelap yang melahap suara debar jantung.

Aku merasakan ada yang hadir di balik jendela, tak jauh dari ranjangku yang reot ini. Pandangannya tajam, melayang dan terbang menembus bilik kamarku. Dia datang lalu mencekikku, seperti malam-malam sebelumnya. Aku hanya mampu menggeliat ke kanan dan ke kiri memegang leherku yang tercekat tanpa bisa menyentuh bayangan hitam ini.
​"Sialan! Setan macam kau, tak patut rupamu berkeliaran dimuka bumi!" Umpatku penuh dendam. Duniaku menjadi hitam, sesak aku bernapas dan pandanganku kabur tak tahu ke mana dia membawaku.

​Pukul 08.21 mataku berkedip-kedip menyesuaikan cahaya yang menusuk pupil mata. Ternyata aku masih hidup. Kucoba menggerakkan leherku yang kaku. Kuamati setiap jengkal sudut rumah yang tak nampak adanya perubahan. Aku tahu tempat ini tidak dapat dikatakan sebagai rumah. Lantai kayu yang berdecit, sampah berserakan, sarang laba-laba yang menggantung dan debu yang tebalnya tak lagi mampu diukur. Aku tak pernah keluar dari dalam gubuk setan ini setelah kematian Ibu, Ayah dan adik perempuanku.
                                 ***
​Kami keluarga bahagia pada zamannya. Rumahku jauh dari pemukiman warga. Udara yang segar, aroma bunga yang semerbak. Ibu yang sibuk bekerja membuat kami sering menghabiskan liburan dengan tamasya yang penuh suka cita. Duduk bergurau, tertawa ceria diiringi alunan melodi penyejuk hati. Hingga suatu malam yang mengerikan itu tiba.
​"Kamu bajingan Mas! Hiks.. hiks.. Kamu bermain gila dengan Sumarni hingga dia hamil," Ibuku menangis sejadi-jadinya. "Mana janjimu pada orang tuaku dulu? Manaa Mas!! Manaa..!!" Ibu menarik-narik kerah kemeja yang dikenakan Ayah di hadapanku dan adik perempuanku, Adinda Oxalis, usianya masih 3 tahun. Dengan gemetar tangan mungilnya memeluk erat tubuhku.

​"Kau selalu sibuk dengan urusan bisnismu Rina, kau tak pernah ada untukku dan kedua putrimu," Ayah mendengus kesal. "Apa kau tak pernah sadar akan hal itu? Sekarang aku akan menikahi Sumarni, dengan atau tanpa persetujuanmu." Ibu menampar Ayah di hadapan kami.
Sumarni si pembantu bedebah itu hanya duduk dan tersenyum sinis menatap kami yang sembunyi di bawah meja makan. Ayah merasa harga dirinya diinjak-injak oleh Ibu. Dengan sengaja Ayah mendorong Ibu hingga jatuh membentur lemari piring dan lemari roboh meruntuhi tubuh Ibu. "Prrraannggg...."
Kaca di seluruh tubuh lemari berserakan beserta isi di dalamnya. Aku hanya terpaku melihat apa yang terjadi di hadapanku.
​"Eurinaaa.." Ayah berlari mengangkat lemari yang meruntuhi Ibu. Aku dan Adinda mendekati tubuh Ibu yang menggelepar kesakitan. Kukira tak akan seperti ini, tak akan sesulit ini. Ibu dihujani pisau, garpu dan pecahan kaca lemari yang menancap di sekujur tubuhnya. Aku melihat Ibu menangis, kesedihan yang amat mendalam, air matanya bercampur darah dari bola matanya yang tertusuk pecahan kaca.

 Bau amis memenuhi ruang bawah sadarku dan membuat kepalaku pening hingga aku jatuh tak sadarkan diri.
​Aku benci mengingat semua yang pernah terjadi dalam gubuk setan ini. Aku mengurung diri dari semua  kehidupan yang tiada guna.

Bersambung..

Karya  : Indri Kusuma N

Kamis, 15 Agustus 2019

Mahasiswa Keluhkan Rolling Door dan Lahan Parkir di RKB-I


ALIPINEWS - Setelah peresmian RKB-I pada Kamis (27/12/18), ruang kuliah pertama kali digunakan serentak untuk Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) pada Senin (12/8/19) pekan ini.

Nuri, mahasiswa baru prodi Agribisnis, mengaku nyaman menempati ruang kelas di RKB-I.
“Ada alat yang canggih, ada AC-nya juga. Bikin kita nyaman, rileks di kelas,” kata Nuri.      
                              
Namun, Nuri juga mengeluhkan sekat rolling door dari kayu membuat suara dari kelas lain terdengar dan sedikit mengganggu.

Senada dengan Nuri, Ardi mahasiswa baru prodi Agribisnis mengaku senang karena fasilitas RKB-I yang dia anggap lumayan lengkap.

Keluhan terkait rolling door juga disampaikan oleh Lailatus Safariyah, mahasiswa prodi Agribisnis ’18. Meski demikian, Laila mengaku senang karena fasilitas di RKB-I lebih baik daripada ruang kuliah sebelumnya di RKB-B.
Foto ruang kelas RKB-I
“Fasilitasnya lebih lengkap dan alhamdulilah selama saya mengikuti KBM, proyektornya itu berfungsi dengan baik, AC-nya juga, dan bangkunya enakan yang di RKB-I,” terang Laila.

Laila berharap, selanjutnya, fasilitas parkir bisa diperbaiki dengan penambahan atap dan penataan kendaraan dengan rapi.

“Biar gak kepanasan juga. Terus untuk tempat parkir dosen harus ditata rapi.” pungkasnya.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Dekan II FP Insafitri mengatakan bahwa rolling door dibuat guna mengatasi jumlah kebutuhan kelas untuk KBM dan ruang pertemuan (aula).

“Mengenai sekat atau rolling door yang memisahkan antar kelas adalah inisiatif dari atasan (pihak rektorium) untuk memenuhi kebutuhan ruang pertemuan dengan kuota yang cukup banyak tanpa mengorbankan kebutuhan akan kelas yang amat banyak,” terang Insa.

Insa mengatakan, kebutuhan kelas meningkat karena peminat di Fakultas Pertanian cukup banyak. Salah satu faktor peningkatan tersebut karena banyak prodi di Fakultas Pertanian terakreditasi A.

Melanjutkan, terkait tempat parkir, Insafitri mengaku kurang standart sebagaimana seharusnya disediakan oleh Fakultas. Dia juga mengharapkan peran mahasiswa mengatasi kegersangan di halaman RKB-I.
RKB-I tampak depan

“Mengenai gedung RKB-I yang masih terlihat gersang harapannya mahasiswa ada yang menyumbangkan tanaman untuk menghias atau memanfaatkan lahan belakang gedung untuk di jadikan tempat praktik pengolahan tanaman.” pungkasnya. (Ags/Dvd)








  

Sabtu, 10 Agustus 2019

Jajak Pendapat Pelaksanaan MABINWA AT 2019


ALIPI NEWS - Sabtu (10/08), Masa Pembinaan Mahasiswa Agriculture Training (MABINWA AT) 2019 Fakultas Pertanian dibuka pada Kamis ( 8/8) dengan pukulan Gong oleh Dekan FP Slamet Subari.

Saat sambutan, Slamet berharap ada output  baik yang didapat maba hingga lulus nanti.

Tema yang diusung pada MABINWA AT adalah "Revitalisasi Integrasi Mahasiswa FAPERTA sebagai Generasi Bestari yang Berjiwa Militansi “.

Polemik tahunan ikut mewarnai peserta MABINWA AT 2019. Ulfa, maba prodi Agribisnis, mengaku tertekan karena waktu pelaksanaan AT yang dinilai terlalu pagi, bahkan sebelum Salat Shubuh sampai menjelang maghrib.


“ Saya merasa tertekan karena harus berangkat jam 04.30 dan pulang maghrib," terang Ulfa.

Ulfa menerangkan, banyak teman maba memilih tidak Salat Shubuh karena takut telat.

"Belum lagi pulang malam karena harus kerja kelompok untuk penugasan besok ” pungkas Ulfa.

Berbeda dengan Ulfa, Ivan yang juga maba Agribisnis, mengaku mendapat pelajaran menarik saat mengikuti MABINWA AT 2019.

“Saya pribadi biasa memanajemen waktu, berperilaku yang baik dan sopan," kata Ivan.

Ivan mengaku, konsep AT yang keras, gila, dan membuat emosi, membuat dia berani menyuarakan argumen.

Selebaran: Pesan Kritik untuk MABINWA AT 2019

Pada hari kedua MABINWA AT, beredar foto selebaran tanpa nama pengirim berjudul "MABINWA AT 2019 untuk Siapa?" Selebaran tersebut diketahui terletak di bangku sekretariat panitia.

Selebaran tersebut berisi umpatan kepada BEM-FP selaku pelaksana MABINWA AT yang dinilai tidak ada bedanya dengan Masa Orientasi di SMA. Penulis juga menuduh pelaksanaan MABINWA AT 2019 menghabiskan banyak biaya, tetapi outputnya tidak jelas.

Penulis juga menganggap Gubernur BEM-FP dan jajarannya adalah kader karbitan yang tidak mengerti tentang apa itu BEM.

Pada akhir alenia pada selebaran, tertulis kalimat ancaman: Mundur atau kami yang membinasakan.

Faishol Hidayat, Gubernur BEM FP, saat ditanya reporter ALIPI mengaku sudah mengetahui selebaran tersebut. Dia menerima selebaran tersebut sebagai bahan evaluasi.

"Entah darimana datangnya selebaran dengan penuh emosi tersebut yang mengkritik BEM FP dalam Penyelenggaraan OSPEK MABINWA AT 2019," terang Mahasiswa Ilmu Kelautan tersebut.

Dayat memaparkan, bahwa acara BEM FP memiliki orientasi pada Visi dan Misi BEM FP. Selanjutnya, Visi-Misi tersebut mengarah pada tiga kata.

"Solid, bersinergi dan berkarakter," kata Dayat.

"Tahun 2019 ini solid, bersinergi dan berkarakter menjadikan kekeluargaan, militansi dan berani aktif di UKM." pungkasnya (dra/nlk).
  Foto selebaran yang beredar ketika MABINWA AT 2019 berlangsung.