Ilustrasi : weheartit.com
"Cukup!! Hentikan Yah.. Jangan tarik Ibu, Dea mohon..
Hiks.. hiks.. Lepaskan Ibu!! Lepaskan Ibuuuu!!!"
***
"Hah.. hah.. hah,"
Napasku memburu, jantungku berdegup kencang. "Sialan, mimpi buruk
lagi!!" Aku duduk, dan membenahi ritme napasku.
Kulirik jam dinding menunjukkan pukul 02.16 WIB. Peluhku
mengalir di pelipis dan turun mengenai bibir yang terasa masam. Aku memeluk
lututku yang bergetar. Sekilas kuamati sekitar, hanya ada gelap yang melahap
suara debar jantung.
Aku merasakan ada yang hadir di balik jendela, tak jauh
dari ranjangku yang reot ini. Pandangannya tajam, melayang dan terbang menembus
bilik kamarku. Dia datang lalu mencekikku, seperti malam-malam sebelumnya. Aku
hanya mampu menggeliat ke kanan dan ke kiri memegang leherku yang tercekat
tanpa bisa menyentuh bayangan hitam ini.
"Sialan! Setan macam kau, tak patut rupamu
berkeliaran dimuka bumi!" Umpatku penuh dendam. Duniaku menjadi hitam,
sesak aku bernapas dan pandanganku kabur tak tahu ke mana dia membawaku.
Pukul 08.21 mataku berkedip-kedip menyesuaikan cahaya
yang menusuk pupil mata. Ternyata aku masih hidup. Kucoba menggerakkan leherku
yang kaku. Kuamati setiap jengkal sudut rumah yang tak nampak adanya perubahan.
Aku tahu tempat ini tidak dapat dikatakan sebagai rumah. Lantai kayu yang
berdecit, sampah berserakan, sarang laba-laba yang menggantung dan debu yang
tebalnya tak lagi mampu diukur. Aku tak pernah keluar dari dalam gubuk setan
ini setelah kematian Ibu, Ayah dan adik perempuanku.
***
Kami keluarga bahagia pada zamannya. Rumahku jauh dari
pemukiman warga. Udara yang segar, aroma bunga yang semerbak. Ibu yang sibuk
bekerja membuat kami sering menghabiskan liburan dengan tamasya yang penuh suka
cita. Duduk bergurau, tertawa ceria diiringi alunan melodi penyejuk hati.
Hingga suatu malam yang mengerikan itu tiba.
"Kamu bajingan Mas! Hiks.. hiks.. Kamu bermain gila
dengan Sumarni hingga dia hamil," Ibuku menangis sejadi-jadinya. "Mana
janjimu pada orang tuaku dulu? Manaa Mas!! Manaa..!!" Ibu menarik-narik
kerah kemeja yang dikenakan Ayah di hadapanku dan adik perempuanku, Adinda
Oxalis, usianya masih 3 tahun. Dengan gemetar tangan mungilnya memeluk erat
tubuhku.
"Kau selalu sibuk dengan urusan bisnismu Rina, kau
tak pernah ada untukku dan kedua putrimu," Ayah mendengus kesal. "Apa
kau tak pernah sadar akan hal itu? Sekarang aku akan menikahi Sumarni, dengan
atau tanpa persetujuanmu." Ibu menampar Ayah di hadapan kami.
Sumarni si pembantu bedebah itu hanya duduk dan tersenyum
sinis menatap kami yang sembunyi di bawah meja makan. Ayah merasa harga dirinya
diinjak-injak oleh Ibu. Dengan sengaja Ayah mendorong Ibu hingga jatuh
membentur lemari piring dan lemari roboh meruntuhi tubuh Ibu.
"Prrraannggg...."
Kaca di seluruh tubuh lemari berserakan beserta isi di dalamnya.
Aku hanya terpaku melihat apa yang terjadi di hadapanku.
"Eurinaaa.." Ayah berlari mengangkat lemari
yang meruntuhi Ibu. Aku dan Adinda mendekati tubuh Ibu yang menggelepar
kesakitan. Kukira tak akan seperti ini, tak akan sesulit ini. Ibu dihujani
pisau, garpu dan pecahan kaca lemari yang menancap di sekujur tubuhnya. Aku
melihat Ibu menangis, kesedihan yang amat mendalam, air matanya bercampur darah
dari bola matanya yang tertusuk pecahan kaca.
Bau amis memenuhi
ruang bawah sadarku dan membuat kepalaku pening hingga aku jatuh tak sadarkan
diri.
Aku benci mengingat semua yang pernah terjadi dalam
gubuk setan ini. Aku mengurung diri dari semua
kehidupan yang tiada guna.
Bersambung..
Bagus mbak 👍🏼
BalasHapusGood job, indroo. Lanjutkan, ku menanti
BalasHapusKeren 😘 next kak
BalasHapusWow, bagus mbak
BalasHapus